Oleh: Asep Salahudin
kukenakan batik hadiah istriku
berlama lama di depan cermin memantas- mantaskan diri
“ini asli, ” katanya
aku sesungguhnya belum pernah paham seluk beluk batik
antara asli dan palsu
kita pun pergi ke tempat pemungutan suara
orang-orang tak habisnya menyebut-nyebut nama
berbisik tentang calon-calon yang tak pernah menjumpai mereka
kecuali jasad dan ludahnya di lapangan terbuka
antara cap dan tulis
kelak kita kembali berbalutkan kafan
sekalian menundukkan kepala di hadapan keranda:
dan berhentilah berebut kain pembungkus tubuh
yang sering bikin angkuh
sesuatu yang seolah kita merasa ada
semua berujung rangka
tak membawa apa-apa
tak mengenakan apa-apa
hanya sisa kenangan yang mungkin sia-sia
atau doa, atau bau kemenyan dan bunga-bunga yang dikirimkan entah oleh siapa
*Asep Salahudin, dosen, kolumnis, esais, penyair, cendekiawan muslim, kokojo safari napak tilas sajarah ulama Indonesia, salah sahiji pupuhu PWNU Jawa Barat, staf ahli unit kerja Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), jeung rektor IAILM Suryalaya 2021-2025, Tasikmalaya, Jawa Barat. Puisi ieu aslina dina basa Indonesia. Ku kituna teu bisa ditarjamahkeun ka basa Sunda kajaba ku penyairna sorangan.
Comments